Tentang mandi wajib

Pembahasan Tentang Bersuci (Thaharah)



Hal-hal yang Mewajibkan Mandi dan yang Tidak 



Imam Syafi'i berkata: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apayang kamu ucapkan, (dan jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, sehingga kamu mandi. " (Qs. An-Nisaa'(4): 43)

Imam Syafi'i berkata: Allah Azza wa Jalla mewajibkan mandi yang disebabkan oleh janabah. Sudah masyhur pada lisan orang Arab bahwa janabah berarti bersetubuh (jima), walaupun dalam bersetubuh itu tidak disertai air yang terpancar (keluar mani dan selanjutnya akan memakai istilah ini).

Rabi'i berkata: Yang dimaksudkan adalah tidak inzal (tidak keluar mani). Sunnah menunjukkan bahwa janabah adalah bersetubuh antara laki-laki dan wanita, sehingga dzakar (kemaluan) laki-laki masuk (tidak nampak) dalam kemaluan perempuan, atau terlihat air yang memancar walaupun tidak jima'.

Imam Syafi'i berkata: Sesungguhnya Abu Musa Al Asy'ari bertanya kepada Aisyah tentang bertemunya kemaluan laki-laki dan perempuan, lalu Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila telah bertemu atau bersentuhan antara kemaluan laki-laki dan perempuan, maka wajib atasnya mandi. " Malik dalam kitab AI Muwaththa', pembahasan tentang bersuci, bab "Wajib Mandi Jika Dua Khitan Bertemu", hadits no. 72, jilid 1, hal 46.

Imam Syafi'i berkata: Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: Ummu Sulaim —istri Abu Thalhah- datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam kebenaran, apakah wanita itu (wajib) mandi apabila ia bermimpi?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Ya, apabila ia melihat air. " HR. Bukhari, bab "Mandi Jika Wanita Bermimpi"; dan diriwayatkan juga oleh Muslim, pembahasan tentang haid, bab "Wajib Mandi Bagi Perempuan Karena Kelaur Air Mani".

Imam Syafi'i berkata: Barangsiapa melihat air yang memancar, baik terasa nikmat atau tidak, maka wajib baginya mandi. Demikian juga halnya apabila ia bersetubuh lalu ia mengeluarkan mani, maka ia harus mandi. Apabila keluar lagi air yang memancar setelah mandi, maka ia harus mengulangi mandinya, dan sama saja apakah sebelum membuang air kecil atau sesudahnya. Jadi, keluarnya air yang terpancar dari seseorang merupakan tanda bahwa ia harus mandi, baik sebelum membuang air kecil ataupun sesudahnya.

Imam Syafi'i berkata: Air yang terpancar adalah yang hangat dan darinya terlahir seorang anak, serta baunya menyerupai serbuk kurma.

Imam Syafi'i berkata: Apabila dzakar seorang laki-laki telah tenggelam dalam kemaluan wanita, baik adanya rasa nikmat atau tidak, digerak-gerakkan atau tidak; atau seorang wanita memasukkan kemaluan suaminya ke dalam kemaluannya, baik laki-laki itu sadar atau dalam keadaan tertidur sehingga ia tidak mengetahuinya, maka keduanya wajib mandi.

Demikian juga halnya apabila seseorang memasukkan kepala dzakarnya ke dalam vagina dan dubur wanita lain atau hewan, maka ia wajib mandi dan dianggap telah berbuat dosa karena melakukan hal itu kepada selain istrinya. Madzhab kami memandang haram apabila seorang suami menyetubuhi istrinya dari duburnya. Demikian juga apabila ia menenggelamkan dzakarnya ke dalam kemaluan istrinya yang telah meninggal, maka ia wajib mandi pula.

Apabila dzakarnya dimasukkan ke dalam darah, khamer atau sesuatu yang tidak bernyawa, baik yang diharamkan atau tidak, maka ia tidak wajib mandi sebelum mengeluarkan air mani.

Imam Syafi'i berkata: Demikian juga jika ia melakukan masturbasi (onani) dan tidak mengeluarkan mani, maka tidak ada kewajiban mandi atasnya, karena telapak tangan bukanlah farji.

Imam Syafi'i berkata: Apabila ia menemukan air mani di dalam kainnya dan ia lupa bahwa air mani itu berasal dari mimpi atau dari selairmya. maka saya lebih menyukai apabila ia mandi dan mengulangi shalatnya. Hendaknya seseorang bersikap teliti dengan mengulangi semua shalat yang diduga dilakukan setelah air mani itu keluar, atau ia mengulangi shalat yang dilakukannya setelah bangun tidur, dimana ia melihat sesuatu yang diduga telah menyebabkan air maninya keluar.

Imam Syafi'i berkata: Apabila seseorang melihat sesuatu dalam mimpinya dan ia tidak mengetahui air maninya keluar (ejakulasi) -kecuali jika tidak ada yang memakai pakaiannya selain dia, maka diketahui bahwa air mani itu berasal darinya- (pada keadaan seperti ini) maka wajib atasnya mandi, yaitu pada waktu ia tidak ragu bahwa mimpi telah ada sebelumnya.

Demikian juga halnya apabila ia teringat pada tidur yang telah dilakukannya. Apabila ia telah melaksanakan satu shalat sesudahnya, maka ia harus mengulanginya. Namun apabila ia belum melaksanakan shalat apapun, maka ia harus mandi untuk melaksanakan shalat berikutnya.

Imam Syafi'i berkata: Mandi yang lebih utama menurutku (untuk dikategorikan sebagai mandi wajib setelah mandi janabah) adalah mandi setelah memandikan mayit. Saya tidak suka meninggalkannya, bagaimanapun keadaannya. Orang yang menyentuh mayit hendaknya berwudhu, kemudian mandi untuk shalat Jum'at. Ini diperintah atas dasar pilihan. Dia (Imam Syafi'i) berkata, "Adapun mandi Jum'at, dalil-dalil yang ada pada kami menunjukkan bahwa ia diperintahkan atas dasar pilihan (hukumnya sunah)."

Imam Syafi'i berkata: Seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memasuki masjid pada hari Jum'at danUmar sedang membaca khutbah, lalu Umar bertanyakepadanya, "Waktu apakah ini?" Laki-laki itu menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, saya pulang dari pasar lalu mendengar seruan adzan, maka saya tidak menambah lagi kecuali berwudhu." Umar lalu berkata, "Wudhu juga sementara engkau telah mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan mandi."

Imam Syafi'i berkata: Apabila seorang musyrik masuk Islam, maka saya lebih menyukai ia mandi serta mencukur rambutnya. Namun apabila ia tidak melakukannya dan tidak berjunub, maka cukup baginya berwudhu dan mengerjakan shalat.

Imam Syafi'i berkata: Dikatakan, jarang sekali manusia yang gila melainkan telah keluar darinya mani. Apabila demikian keadaannya, maka orang yang sembuh dari gila itu harus mandi dikarenakan keluarnya mani tersebut. Namun apabila ia ragu apakah telah mengeluarkan mani, maka saya lebih menyukainya mandi untuk lebih berhati-hati. Namun saya tidak mewajibkannya, kecuali apabila ia yakin telah keluar mani (ejakulasi).




AC.
@Kitab Al-Umm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rukun shalat Menurut 4 madhzhab

Wanita yang haram untuk dinikahi

Perbuatan-perbuatan haram part 2